SEKITAR 40 tahun lalu, AS mulai dikenalkan dengan wartawan “gonzo“, Hunter S. Thompson, yang membuat AS dipenuhi “ketakutan dan kebencian.” Juga pada era 60-an AS mulai mengenal politik sayap kanan Richard Nixon, presiden AS dari Partai Republik yang melahirkan konspirasi kriminal yang dikenal sebagai “Watergate.”
Dan saat ini, sejak Donald Trump menjadi kandidat presiden AS dari Partai Republik pada 2016, ketakutan dan kebencian mulai kembali berkembang besar-besaran. Trump mengusulkan bahwa AS harus melarang kedatangan kaum Muslim ke negaranya dengan alasan keamanan. Miliarder ini seolah mencambuk histeria massa dan perasaan sakit umat Islam pada zaman dulu.
Trump fokus pada ancaman yang ditimbulkan warga Muslim AS yang melakukan kejahatan, padahal jumlahnya amat sedikit. Hal ini berbading terbailk dengan jumlah kejahatan penembakan oleh warga AS sendiri yang marak terjadi. Lebih dari 300 kasus penembakan massal dilaporkan telah terjadi di AS pada tahun ini. Hal ini mendorong Presiden Barack Obama mendesak sesama warga AS untuk menghadapi kenyataan bahwa mereka tengah menghadapi momok menakutkan yang muncul dari bangsanya sendiri.
Namun beberapa orang justru mengutuk Trump secara terang-terangan. Tujuannya tak lain berusaha untuk mengalihkan perhatian dari pertumpahan darah oleh sesama warga AS sendiri. Menantang kenyataan ini akan dicap sebagai anti-Amerika atau orang liberal yang membenarkan tindakan ‘terorisme.’
Keberhasilan Trump adalah mampu meningkatkan prasangka buruk terhadap umat Islam. Implikasinya, Eropa ikut-ikutan membenarkan bahwa Muslim akan menjadi ancaman besar bagi setiap negara di Eropa.
Mulai bangkit sejak November akibat serangan Paris, insiden Islamofobia telah meningkat tajam di Inggris dan Prancis. Namun di lapangan, kelompok anti-Muslim Inggris yang telah bertemu Trump malah melakukan penghinaan kecil terhadap calon presiden AS ini. Bahkan, telah muncul sebuah petisi yang melarang Trump mengunjungi Inggris.
Pandangan sinis Trump terhadap Muslim, tak jauh beda seperti yang terjadi di Prancis, salah satu negara Eropa dengan penduduk Muslim terbesar. Di Prancis, Marine Le Pen, pemimpin sayap kanan Front Nasional, adalah mitra Trump yang juga anti terhadap Islam.
Le Pen dan Trump menarik bagi jutaan orang yang telah kehilangan kepercayaan dalam politik mainstream, orang-orang yang merasa kehilangan arah pasca era industri yang ditandai dengan rasa tidak aman akibat gelombang imigrasi.
Le Pen dan Trump dianggap telah menciptakan jurang pemisah antara Muslim dan Barat yang bisa berakhir pada perpecahan atau bahkan peperangan. Pada tahun 1929, DH Lawrence menulis bahwa dunia kini tengah menunggu untuk kemunculan “Gerakan keadilan besar atau gelombang kematian besar.” Dihantui pembantaian besar pada Perang Dunia Pertama, Lawrence takut bahwa nafsu manusia untuk berkuasa belum pernah terpuaskan. Semua ini hanya akan berakhir jika umat manusia ini musnah akibat perbuatan mereka sendiri.
Sumber
ADS HERE !!!